Selasa, 01 Juni 2010

Bab 5

Leon menolak secara halus. “Maaf, ya…Kakak harus ngomong sama Kak Sheila dulu,”. Kenzo terlihat kecewa. Leon tidak tega melihatnya. “Kenzo tunggu sebentar ya..,”
Leon masuk ruangan Sheila. “Maaf, kak. Aku harus ngomong sesuatu,”. “Apa?” tanya Sheila. “Sebenarnya, aku sama Yuki…,”. Leon menuturkan kejadian yang menimpanya dengan Yuki. Sheila tertegun. “Jadi, sebenarnya…kami hanya ingin tahu jalan untuk ke kota,” Leon mengakhiri ceritanya.
“Ada jalannya. Namun perjalanan akan memakan waktu berjam-jam jika kalian berjalan kaki seperti itu. Sedangkan ini sudah pukul 4 sore,” jawab Sheila. Tatapan matanya serius. “Baiklah, kami akan menginap di sini dan melanjutkan perjalanan esok hari,” kata Leon. Sheila pun membuka suara, “Sebenarnya aku sudah berpikir, akan berguna jika kami punya telepon. Terutama untuk kasus ini. Namun pemerintah baru membangun jalur listrik sementara jalur telepon belum ada. Bahkan sinyal pun tidak bisa sampai,”. Leon memaklumi itu. Memang desa tersebut agak terpencil.
Kenzo menyambut Leon di luar. “Ayo, kak,” katanya. Leon mengikuti Kenzo. Jalan-jalan, pematang-pematang sawah, dan rerumputan ia lewati bersama Kenzo. Di tengah jalan, Leon teringat sesuatu. “He, kita harus ajak kak Yuki, ingat?”. “Gak ah..Aku pinginnya sama kak Leon aja,” katanya. Leon terdiam.
Jalan, pematang sawah, rerumputan mereka lewati. Sungai berair dingin akhirnya mereka temui. Kenzo duduk lalu mencelupkan kakinya. “Ah..Segar !”katanya girang. Leon ikut melepas sepatu dan mencelupkan kakinya. Aliran sungai yang dingin berdesir perlahan di kakinya menunjukkan arusnya pelan. Air sungai itu bening. Batu di dasar sungai terlihat dengan jelas. Jauh berbeda dengan sungai di daerah perkotaan yang keruh. Leon dan Kenzo berbincang-bincang, membicarakan soal panti asuhan.
Kenzo, Li Mei, Rena, Miya, Lyner, Abi, Nisha, dan Wins adalah anak-anak panti yang tidak pernah menyesal tinggal di dalam panti. Mereka berjuang walau umurnya masih belia. Karena itu, setiap anak selalu ditanamkan sifat yang baik oleh Sheila dan Raka. Mencuci piring sehabis makan, merapikan tempat tidur saat bangun pagi, dan hal-hal ringan lainnya adalah kegiatan wajib. “Ken, udah jam setengah 6. Kita pulang yuk,” ajak Leon. Kenzo mengiyakan lalu berlari pulang dengan cepat. Leon mengejarnya dari belakang. Mereka berlari dengan riang. Leon pikir, inilah perasaan kalau aku punya adik laki-laki, bermain, berlari, dan melakukan hal-hal seru lainnya. Ia jadi teringat akan Keiko. “Kak, aku kangen kakak,” katanya dalam hati.
Kita beralih dulu ke cewek cantik yang berambut pendek ini—Yuki. Ia sedang akrab dengan Rena yang mengajaknya bermain di kebun teh bersama anak perempuan lain. Yuki mendorong kursi roda Liu Mei pelan menyusuri kebun teh yang luas. Liu Mei yang berdarah Cina dan bermata sipit, telah mengidap polio sejak masih kecil. Mungkin, itulah alasan orangtuanya menaruh bayi Liu Mei di depan panti untuk diasuh dan dibesarkan. Yuki berjalan lagi mengikuti Rena. Matanya tertumbuk pada seorang anak. Nisha. Anak yang mengalami kekurangan mental yang membuatnya tidak bisa mendengar dan berbicara dengan jelas. Yuki merasakan suatu perasaan. Entahlah, itu sedih, terharu, atau menyesal. Semua berpadu menjadi satu. Hatinya terenyuh.
“Kak Yuki,” Rena memanggil Yuki. Yuki menghampiri Rena. “Ada apa, Ren?”. Rena mengajak Yuki pulang. Katanya ia ingin main di panti saja. Mereka pun berjalan pulang.
Hawa dingin menyelimuti malam itu. Pukul 9 malam, semua sudah terlelap termasuk Sheila dan Raka. Leon tidak bisa tidur malam itu. Ia beranjak ke balkon dan duduk menghadap jutaan bintang yang bertaburan di langit malam. Kaus biru dan celana selutut dikenakannya. Biasanya, saat itu, ia sedang menonton TV bersama Keiko dan mama. Namun kini, semuanya berbeda. Ia tidak di rumah dan yang dilakukannya sekarang hanya menunggu bintang jatuh agar ia dapat menyampaikan permohonannya yaitu pulang ke rumah dengan selamat.
Seseorang datang dan duduk tepat di sebelahnya. Yuki. “Aku tak bisa tidur,” katanya sambil mengacak rambut lurusnya yang panjangnya hanya sedagu. “Besok, kita harus pulang,”.
“Aku kangen rumah,” kata Leon. Ia menghela nafas panjang lalu berkata lagi, “Aku juga tak bisa tidur,”. Yuki menceritakan pengalamannya dengan Rena dan kawan-kawan lainnya. Leon mendengarkan dengan antusias. “Rena, Miya, Liu Mei, dan Nisha. Mereka tidak pantas di sini,” kata Yuki mengakhiri ceritanya.
“Kenzo sudah kuanggap sebagai adik sendiri,” ujar Leon. “Ia mengajakku ke sungai, bermain bersama Lyner, Abi, dan Wins, dan berbincang-bincang layaknya adik sungguhan,”.
Keduanya kini memandang langit. Jam menunjukkan pukul 10. Tapi mata mereka masih seringan kapas, tidak ada rasa ngantuk.

“Yuki,” sapa bintang. “Kamu belum tidur?”
“Belum,” jawab Yuki. “Aku belum ngantuk,”
“Tidurlah, Yuki. Besok kau mau pulang, kan?”. Yuki mengangguk. “Leon sudah tertidur,” kata bintang. Yuki melihat sebelahnya. Tidak ada orang. “Dia…Sudah tidur?” tanya Yuki. Bintang mengiyakan. “Nah, sudahlah…Aku akan menerangi malam mu yang kelam. Tidurlah dan aku akan menemanimu diantara dinginnya malam ini,”.

Yuki pun terlelap dan siap untuk menyambut matahari yang akan terbit esok pagi.

3 komentar: