Jumat, 23 Juli 2010

Bab 9

Leon menemui Pak Sais yang berada di halaman panti. “Lei, ayo cepat, masukkan barang-barangmu,”. Leon mengangguk dan segera melakukannya. Yuki pun memasukkan ranselnya ke bagasi mobil Alphard itu.
Lalu, mereka menemui Sheila. “Kak, kami pulang dulu ya,” kata Yuki. Sheila mengangguk. “Hati-hati ya,” katanya lagi.
“Ken, kakak pergi dulu ya…,” kata Leon pada Kenzo. “Jadi anak yang baik yah,” lanjutnya. Kenzo mengacungkan jempolnya.

Setengah jam telah berlalu setelah mereka meninggalkan panti asuhan. Pak Sais mengatakan bahwa perjalanan akan memakan waktu cukup lama. Macet, katanya. Kini mobil masih melaju di jalan yang agak sempit. Yuki memejamkan matanya lalu menyandarkan kepalanya ke pintu mobil.
Macet melanda jalan tol siang itu. Mobil mereka berjalan sedikit demi sedikit. Pak Sais mengambil jalur tengah. Satu jam lewat, dan mereka baru menempuh jarak sekitar 500 meter. Supir pribadi keluarga Leon tersebut menghela nafas, mengira-ngira waktu yang mereka perlukan untuk sampai di rumah.
Namun, terjadilah suatu insiden. Mobil yang berada tepat di depan mereka, berhenti dengan alasan mati mesin. Pak Sais mecoba berpindah jalur. Sulit memang, karena dalam kondisi macet. Perlahan lahan dan akhirnya mereka bisa berpindah jalur. Leon menarik nafas lega.

Jam satu siang, mereka telah berada di depan komplek Gria Asri. Yuki menyiapkan tasnya.
“Rumahmu yang mana?” tanya Leon.
“Mm.. Belok kanan terus lurus. Nanti belok kanan lagi,” jawab Yuki. Rumah berlantai dua, tipe minimalis milik Yuki kini terpampang di depan mata.
“Thank You..,” kata Yuki sambil keluar. Leon tersenyum. Yuki segera memasuki rumahnya itu. Melepas sepatunya dan meletakkan tas ranselnya di lantai.
“Mamaaaa…Aku capek…,”

“Sais, kamu kemana? Leon ada dimana?” tanya mama panjang lebar.
“Mmm…,” Pak Sais menggumam. Leon memberinya tanda untuk tidak memberitahukan hali itu. “Macet di jalan. Jadi lama. Leon tidak begitu jauh kok,”
“Lei, kamu istirahat yah. Besok kamu kan sekolah. Udah, biar Pak Sais aja yang beresin bawaan kamu,” kata mama. Leon melirik Pak Sais. Pak Sais hanya mengangguk pelan.
“Gak usah, Pak… Aku yang beresin yah,” kata Leon pada akhirnya.

“Prince Leon is back…,”
“Princess Yuki is back, too..,” oceh-ocehan teman satu kelas mereka terdengar pagi itu. Leon yang baru memasuki kelas, langsung disambut Xander dengan tangan yang siap ber-toss.
“Leon… Akhirnya balik juga kau,” kata Xander sambil menepuk pundak Leon.
“Yukiiii chaaaan,” Aya berlari kearah Yuki yang masih berdiri di pintu lalu memeluk Yuki. “I miss you so much, my best friend… :)”. Mereka berdua cuma bisa diam. Entahlah, kata-kata apa yang harus mereka ucapkan.

“Leon, Yuki, terima kasih telah kembali ke sini,” kata Miss Chelia. “Tapi, karena kalian gak mengikuti camping sepenuhnya, maaf ya, Miss harus kasih kalian tugas mengarang satu lembar aja. Dikumpulin besok ke Sir Adam,”. Leon dan Yuki mengangguk.
“Miss,” panggil Xander. “Maaf miss. Menurut saya, mereka tidak pantas diberi tugas,”
“Saya setuju, Miss. Mereka kan tidak berniat untuk malas atau tidak mau mengikuti camping,” lanjut Aya. Rezie malah ikut-ikutan, Sasha juga.
“Haa… Kalian memang…kelas yang….,” kata-kata Miss Chelia terhenti. “Membela dua pemimpin kalian yang sebenarnya tak ada hubungan dengan kalian,”
“Miss, kita saling berhubungan. Mereka adalah pemimpin kelas kami yang paling baik,” bela Sasha. “Kita kan satu kelas,” lanjut Aya.

Tebak, apa yang terjadi selanjutnya.
Leon dan Yuki dibebaskan dari tugas.

“Makasih ya, semua,” ucap Leon pelan.
“M-makasih banyak yah,” Yuki sampai terbata-bata.

“Kita kan satu kelas. Harus solid, kompak, dan saling membantu dalam hal positif pastinya,”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar