Sabtu, 29 Mei 2010

Bab 3

Pukul setengah 7, semua diminta berkumpul untuk acara api unggun. Api yang dinyalakan bukan sekedar api biasa. Api unggun kali ini, suasananya seolah menyatu dengan alam hutan. Nyanyian, tarian, dan performance yang dipertunjukkan melengkapi keceriaan saat itu.
Pukul 8 malam semua berkumpul kembali di tepi hutan. Suasana perlahan menjadi tenang. “Kita akan uji keberanian dengan menyusuri hutan ini. Kalian berjumlah 60 anak jadi tidak mungkin satu persatu. Jadi, kalian akan diundi untuk memilih pasangan. Di sini, sudah ada box yang berisi kertas yang telah dituliskan angka-angka. Kalian ambil kertasnya. Angka yang sama akan menjadi pasangan. Tidak hanya itu, angka itu juga merupakan urutan kalian. Mengerti semuanya? Sekarang satu persatu, ambil undian kalian,”. Mereka mulai mengambil undian. Leon melirik kertas undiannya yang masih dilipat rapi lalu membukanya perlahan. Nomor 10.
“Le, siapa pasanganmu?” tanya Xander. Pertanyaan Xander dijawab dengan kata tidak dan Leon melontarkan pertanyaan balik. "Kamu?"
“Itu…Si Anne,” tunjuk Xander pada Anne yang sedang bercengkrama dengan gank nya. “Cepat cari pasangan kamu. Nanti Pak Adam keburu memanggil kamu,” Leon mengangguk. Leon berjalan perlahan mendekati rombongan 9-3. Tiba-tiba seseorang memanggilnya.
“Ketua kelaaaass…Nomor berapa?” tanya Aya. Leon menunjukkan kertasnya. “Yah.. bukan nomor 5 nih… grrr…siapa sih yg nomor 5…,”.

“Yuki, kamu udah dapet pasangan?” tanya Aya. “Mm..belum,” jawab Yuki. Aya menanyakan nomor Yuki. Yuki pun menunjukkan nomornya.
“Wuah, Yuki…Kamu beruntung banget,” seru Aya dengan muka cerah.
“Kenapa?”
“Kamu pasangan ketua kelas…,” jelas Aya sambil tersenyum. Yuki mengerutkan keningnya. “Trus kenapa?”
“Ah…Kamu cewek paling ber-un-tung. Yuk, cepat temui ketua kelas sebelum Sir Adam memanggilmu. Kamu urutan ke-10 kan. Ini udah urutan 7 loh,” kata Aya. Yuki segera menghampiri Leon. Ia segera melirik kertas yang dipegang Leon. “Wah, aku sama ketua, nih…,” kata Yuki kepada Leon. Leon pun melihat kertas Yuki. Beberapa menit kemudian, mereka pun dipanggil.
“Nomor 10, kesini,”. Yuki dan Leon pun menghampiri Sir Adam. “Kalian sudah bawa tas dan senter kalian?” tanya Sir Adam. Yuki dan Leon mengangguk. Sir Adam menyodorkan selembar kertas yang ternyata adalah peta rute perjalanan kepada Leon. “Jangan sampai hilang, ya. Ini peta kalian,”. Yuki merasa gugup. Leon pun begitu. Sesaat lagi, mereka akan menyusuri hutan yang lebat, yang penuh dengan misteri alam. Sir Adam memberi aba-aba untuk masuk. Mereka pun menjalani itu.
Masih ingat tantangan Yuki? Ia harus berperang melawan angin karena tidak bawa jaket. Setelah beberapa menit perjalanan, Yuki mulai menggosokkan tangannya untuk menghangakan diri. Beberapa pertigaan dan perempatan mulai muncul. Mereka segera melihat peta mereka. Pertigaan pertama. “Belok kiri, kan?” tanya Leon sambil menunjuk peta. Yuki mengiyakan. Mereka berjalan kembali. Tak terasa, mereka telah berjalan cukup jauh. Leon merapatkan jaketnya yang berwarna hitam. Sementara Yuki, masih bertahan. Dalam hati, Yuki memaki dirinya sendiri, “Kenapa aku bisa lupa bawa..! Grr..Yuki payah..Yuki payah!”
“Gak pake jaket?” tanya Leon. Yuki menggeleng lemah namun Leon dapat membaca perasaan Yuki. Ia melepaskan jaketnya lalu mengulurkannya ke Yuki. “Nih,”. Awalnya Yuki menolak. Tapi karena keadaan yang tidak memungkinkan, akhirnya Yuki mengenakan jaket Leon juga. Mereka berjalan lagi. Supaya tidak bosan, mereka berbincang-bincang.
“Le, kamu pendiam banget ya,” kata Yuki.
“Ah…Abis, aku sering gak tau apa yang mau diomongin,” jawab Leon.
“Kalo ada topik pun, kayaknya kamu lebih banyak mendengar. Misalnya, sama Xander.”
“Memangnya sekarang aku lagi apa? Aku sering bicara juga kok. Xander aja yang kebanyakan ngomong. Selalu deh, yang mau aku bicarain, keburu diucapin sama dia. Haha,” kata Leon sambil tergelak.

Mereka pun mulai lelah dan duduk di bawah sebuah pohon. “Kayaknya, peta setiap pasangan beda-beda ya,” Yuki merentangkan tangannya. “Mungkin,” jawab Leon. 5 menit kemudian. Mereka melanjutkan perjalanan. Sampai di sebuah perempatan, mereka melihat peta mereka. “Lah, setelah pertigaan ini kan, gak ada perempatan lagi,” ucap Yuki. Leon menyipitkan matanya. “Iya, kamu bener. Kayaknya, kita salah jalan,” kata Leon.
“Jadi, kita balik?” tanya Yuki. Leon mengangkat bahunya. “Ah, jangan gitu, Le. Kita jadi harus gimana?”. Leon akhirnya berkata,”Aku pikir kita harus balik. Tapi, kalau ternyata itu bukan jalan yang tepat, aku gak bisa ngapa-ngapain lo, ya,”. Yuki mendesah. “Kita harus coba,”.
Mereka pun kembali. Namun, setelah berjalan, berjalan, dan berjalan..jauh sekali, pada akhirnya, mereka cuma menemui kata “tersesat”. Badan mereka serasa lemas. Lemas sampai mereka rasanya tak sanggup untuk meneruskan perjalanan mereka lagi. “Jadi…,” kata Yuki terbata. “Bawa handphone, gak?” tanya Leon. “Aku gak mungkin bawa. Kalaupun bawa, pasti udah disita sama Miss Chelia. Kita sekarang harus gimana nih…,” suara Yuki mulai bergetar. Yuki mengigit bibirnya. Rasa takut, bingung, dan sedih bercampur menjadi satu. Mereka mulai berteriak. Siapa tahu, ada yang mendengar teriakan mereka. Namun, usaha mereka sia-sia.
“Tenang, Yuk. Aku juga sama kayak kamu. Jadi sekarang, ada 2 pilihan. Mau terusin perjalanan malam ini atau besok?” Leon berbicara dengan halus. Yuki hampir terisak. Namun, ia menahan tangisnya (Bayangkan saja jika kau menangis di depan ketua kelas mu. Ew, memalukan.). “Ok.Kita berkemah di hutan yang mengerikan ini. Dan, besok kita lanjutkan,” kata Yuki.
Leon dan Yuki membangun tendanya masing- masing. Saat itu, arloji mereka menunjukkan pukul 11 malam. Tanpa dikomando, setelah tenda selesai, mereka langsung tidur.

Sementara itu, para guru mulai khawatir. “Masih ada 1 pasangan yang belum kembali, Miss,” kata Sir Adam. “Ya, Leon dan Yuki. Ada apa dengan mereka ya.. Saya mulai takut..,” jawab Miss Chelia parau. Nadanya sedih sekali.
Beberapa guru mulai melakukan pencarian. Mereka masuk ke dalam hutan dan mencari Leon dan Yuki. Namun, hasilnya nihil. Mereka tidak ditemukan.
Murid dan Guru merasakan kesusahan masing-masing. Besok, pasti ada kesusahan tersendiri. Pasti.

3 komentar:

  1. ceritamu bagus,tapi kalo bisa bikin endingnya yg bikin gregetan gitu lah. Hehe.
    Tapi ceritamu lebih bagu dari punyaku lah
    Hehe

    BalasHapus
  2. nggak.. jgn gitu,... ceritamu ok...

    BalasHapus